Cirebon – Sebuah video yang menampilkan seorang kepala desa di wilayah Cirebon sedang asyik menebar uang di sebuah klub malam baru-baru ini viral di media sosial. Sosok yang seharusnya menjadi contoh moral dan integritas justru tampil bak selebritas kontroversial, memamerkan uang di tengah gemerlap lampu dan dentuman musik. Aksi itu bukan hanya mencoreng wajah pemerintahan desa, tapi juga melukai hati rakyat yang dipimpinnya.
Peristiwa ini bukan sekadar insiden biasa. Di balik tarian dan lembaran uang yang beterbangan, ada ironi yang pekat: seorang pemimpin di level akar rumput justru terperosok dalam gaya hidup glamor yang bertentangan dengan realitas warganya. Banyak desa di Cirebon masih bergelut dengan persoalan mendasar seperti infrastruktur jalan rusak, air bersih, dan layanan publik yang minim. Namun sang kades malah sibuk mencari sorotan panggung malam, bukan menyelesaikan masalah warganya.
Apa pesan yang ingin disampaikan dari aksi menebar uang di tempat hiburan malam? Apakah ini bentuk “bagi hasil” dari anggaran desa yang tidak transparan? Atau sekadar pelampiasan ego kekuasaan yang tak terkendali? Terlepas dari motifnya, perilaku ini adalah contoh buruk dari penyalahgunaan posisi dan pengkhianatan terhadap kepercayaan publik.
Kepala desa bukan jabatan untuk gagah-gagahan atau ajang pamer kekayaan. Ia adalah amanah untuk membangun, melayani, dan membawa aspirasi warga ke arah yang lebih baik. Ketika seorang kepala desa lebih sibuk berpesta daripada bekerja, maka jelas ada yang salah dalam sistem rekrutmen dan pengawasan pejabat desa.
Pemerintah daerah, khususnya Inspektorat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), seharusnya tidak tinggal diam. Perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap integritas kepala desa di seluruh wilayah. Jika tidak, kita akan terus melihat pemimpin-pemimpin mini yang lebih tertarik menjadi pesohor dibanding pelayan masyarakat.
Warga berhak mempertanyakan: dari mana uang yang ditebarkan itu berasal? Apakah dari kantong pribadi? Atau justru dari alokasi dana desa yang harusnya digunakan untuk membangun jalan, jembatan, dan fasilitas umum? Keheningan pihak berwenang hanya akan memperpanjang kecurigaan.
Sebagai masyarakat yang masih percaya pada akal sehat dan nilai-nilai kepemimpinan, kita patut geram dan menolak perilaku seperti ini menjadi norma baru. Karena jika kepala desa saja sudah lupa daratan, maka jangan heran jika rakyatnya terus terjebak dalam kubangan ketidakadilan.
Tinggalkan Balasan